Selasa, 31 Juli 2012
K3LH
K3LH
Selasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup
Peranan Penjamah Makanan*
Makanan yang aman dalam mencukupi kebutuhan kehidupan kita ketika pengolahan dan penyajian sangatlah penting. Penanganan makanan yang kurang bahkan tidak baik dapat menimbulkan penyakit, kecacatan dan bahkan kematian. Penjamah makanan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam penyiapan dan penyajian makanan kepada orang lain. Perlindungan konsumen, perusahaan dan diri sendiri dapat dilakukan dengan mempelajari dan menerapkan penanganan makanan yang aman.
Pemeriksaan Kesehatan
Setiap penjamah makanan yang melayani konsumen harus terlebih dahulu melakukan pemeriksaan kesehatan dengan tujuan agar dapat diketahui bahwa penjamah makanan bebas dari penyakit menular ataupun tidak (carier). Pemeriksaan kesehatan harus dilakukan secara rutin minimal setiap enam bulan sekali dengan tujuan apakah penjamah makanan potensial dalam menularkan penyakit melalui makanan ataupun tidak sehingga penularan penyakit
melalui makanan dapat dicegah.
Pada sebuah industri pangan, penjamah makanan diharuskan mempunyai sertifikasi dan biasanya diberikan berupa kartu yang menerangkan bahwa penjamah makanan telah melakukan pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan sehat serta telah diberikan pelayanan kesehatan (misalnya vaksin Hepatitis, thypoid ataupun pemberian obat untuk mencegah kecacingan) serta tanggal kembali pemeriksaan kesehatan.
Pentingnya Personal Higiene
Personal higiene penjamah makanan sangatlah perlu dipelajari dan diterapkan dalam pengolahan makanan untuk mencegah penularan penyakit menular melalui makanan. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh setiap penjamah makanan ketika mengolah dan menyajikan makanan untuk mencegah penularan penyakit menular yaitu:
Selalu mencuci tangan sebelum menjamah makanan, minuman dan peralatan. Tangan dapat memindahkan kuman (bibit penyakit) dari sampah, daging mentah, piring kotor ataupun dari kotoran hidung maupun tenggorokan kedalam makanan.
Memotong kuku agar tetap pendek dan tidak menggunakan cat kuku dan selalu mencuci
tangan menggunakan sabun dan air hangat. Gosok tangan terutama dibawah kuku selama 20 detik dengan sabun, kemudian bersihkan dengan menggunakan air hangat. Jika tidak ada kertas toilet bisa menggunakan pengering tangan dan tidak boleh menggunakan apron (celemek) atau lap cuci untuk mengeringkan tangan.
Pencucian tangan perlu dilakukan kembali setelah menggunakan kamar kecil ataupun setelah kontak dengan cairan tubuh ketika batuk atau bersin. Setelah makan, merokok, memegang daging mentah, membuang sampah atau memindahkan piring kotor.
Penjamah makanan tidak boleh makan, minum atau merokok didalam area dimana terdapat makanan, peralatan, barang sekali pakai dan benda-benda lain yang tidak boleh terkontaminasi.
Sarung tangan sekali pakai (disposable) yang kuat direkomendasikan digunakan untuk mengolah makanan dimana sebelumnya harus mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memakai sarung tangan dan digunakan sekali pakai. Ganti sarung tangan setelah memegang daging mentah atau barang (benda) kotor.
Kapan Penjamah Makanan Tidak Boleh Bekerja
Apabila penjamah makanan menderita sakit menular maka dilarang untuk menyajikan atau mengolah makanan. Kuman (bibit penyakit) dapat terbawa dan menularkan kepada pekerja lain atau konsumen melalui makanan, peralatan dan benda lain yang dijamah.
Penjamah makanan sebaiknya:
. Tidak bekerja ketika menderita gejala flu seperti demam, hidung meler atau tenggorokan serak.
. Tidak bekerja ketika menderita penyakit saluran pencernaan seperti diare.
. Tidak bekerja ketika muntah-muntah.
. Tidak bekerja ketika menderita penyakit Hepatitis A, dan terinfeksi Salmonella Thypi, Shigella atau E.coli.
. Tidak bekerja apabila terdapat luka infeksi (terpotong, terbakar atau tersayat) pada tangan. Apabila luka tidak terinfeksi diharuskan menggunakan sarung tangan untuk melindungi luka setelah mencuci tangan terlebih dahulu.
. Jika di rumah terdapat orang yang sakit pastikan mencuci tangan sesering mungkin untuk membantu mencegah penularan penyakit.
Bila anda seorang penjamah makanan maka ingatlah bahwa anda sangatlah berperan dalam menentukan terjadinya keracunan makanan atau kesakitan disebabkan lewat makanan, maka dengan selalu bertindak aman terhadap makanan mencerminkan anda Penjamah Makanan yang baik.
Referensi:
dari berbagai sumber
*) telah dipublikasikan oleh Bulletin Public Health & Malaria Control Department, PT Freeport Indonesia, Edisi 026. September 2004.
Posted by K3LH at 1:27 PM | Permalink | Comments (0) | links to this post
Formalin, amankah?
Formalin, amankah?..*
Pendahuluan
Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, penyalahgunaan formalin sebagai pengawet makanan tidak diperkenankan. Dari Keterangan Pers Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No.KH.00.01.1.241.029 tentang Hasil Tindak Lanjut Pengawasan terhadap Penyalahgunaan Formalin sebagai Pengawet Tahu dan Mie Basah saat ini sangat sulit ditemukan adanya penjualan formalin pada perorangan sebagai pengawet tahu dan mie basah. Dari sampling dan pengujian laboratorium yang dilakukan Badan POM yang dilakukan tidak hanya di Ibukota Provinsi tetapi juga Kabupaten/Kota (kecuali Nangroe Aceh Darusalam) terhadap tahu dan mie basah yang mencakup 2.567 sampel (1.570 sampel tahu dan 997 sampel mie basah) terdapat sebanyak 30 sampel (1.91%) tahu mengandung formalin, 1.540 sampel (98.09%) tahu tidak mengandung formalin serta 24 sampel (2.41%) mie basah juga mengandung formalin, 973 sampel (97.59%) mie basah tidak mengandung formalin.
Sebagian besar konsumen, nelayan dan pengusaha makanan harus menanggung efek yang merugikan dari kontroversi berlebih dari bahaya penggunaan formalin, dimana informasi yang beredar di masyarakat mengundang reaksi terhadap kontaminasi makanan ini yang dapat menyebabkan kesakitan serius dalam jangka waktu yang cukup lama. Ikan, ikan asin, bakso, tahu serta mie basah yang terkontaminasi formalin masih belum cukup secara spesifik dijelaskan. Adapun penyalahgunaan formalin tetap merupakan tindakan membahayakan keselamatan konsumen dan melanggar peraturan yang berlaku. Hasil-hasil penelitian pun masih belum dapat menyimpulkan bahaya akibat penyalahgunaan formalin karena memang penggunaan bahan ini memang tidak secara umum dipergunakan dalam makanan.
Bahan pengawet kimia ini masuk kedalam bahan tambahan makanan yang penggunaannya telah diatur berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku disetiap negara. Di Indonesia, penggunaan bahan tambahan tersebut diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. 1168/MENKES/PER/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Adapun bahan tambahan makanan yang dilarang dalam penggunaannya karena dapat membahayakan kesehatan selain diantaranya bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker), yaitu: Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate, DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramphenicol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde) dan Kalium Bromat (Potassium Bromate).
Apa Itu Formalin
Formalin merupakan nama lain dari Formaldehyde, atau biasa disebut juga dengan Formalith, Formic aldehyde, Paraform, Morbicid dan lainnya yang mempunyai formulasi kimiawi HCHO, berwarna bening, mudah terbakar dan gas yang dihasilkan beracun. Digolongkan sebagai mungkin berkarsinogenik bagi manusia (IARC 2A) dalam bentuk gas yang masuk melalui inhalasi (saluran pernapasan) yang dipergunakan untuk keperluan industri desinfektan, industri kayu, kertas, tekstil, plastik maupun agrikultur serta biasa dipergunakan untuk obat batuk, desinfektan kulit, obat kumur dan lainnya. Dalam temperatur ruangan gas tidak berwarna, mudah larut dalam air dan bau yang menyengat. Terkadang disalahgunakan untuk pemrosesan makanan sebagai pengawet dan efek pemutih pada tahu, vermiseli dan makanan kering semisal babat dan ceker ayam. Formalin tidak secara umum dipergunakan sebagai bahan tambahan makanan.
Formalin Pada Makanan
Bahan kimia ini juga secara alami terdapat pada lingkungan dan dapat diketemukan juga pada bahan makanan dalam jumlah terbatas, termasuk buah dan sayuran, daging, ikan, udang dan bahan makanan lainnya. Kandungan tertinggi dapat mencapai 300ppm sampai 400ppm (ppm: part per million, mg/l) secara alami pada jamur kering termasuk juga shiitake. The United States Environmental Protection Agency (USEPA) menetapkan Acceptable Daily Intake (ADI, asupan harian yang diperkenankan) yaitu 0.2mg/kg berat badan untuk bahan kimia ini. ADI adalah jumlah bahan yang bisa ditelan tiap hari yang ditaksir (sesuai badan berat dasar) di atas satu seumur hidup tanpa risiko cukup besar. Penelanan dalam jumlah sedikit bahan kimia ini tidak menyebabkan efek akut. Toksisitas akut setelah penelanan formalin dalam jumlah banyak yang menyebabkan asidosis sistemik dengan perdarahan pada gastrointestinal. International Agency on Research on Cancer (IARC), bahan kimia ini dapat menyebabkan kanker pada hewan tetapi jarang terjadi pada manusia melalui penelanan. Pada laporan tahunan edisi keenam tahun 1991 yang dipublikasikan oleh National Toxicology Program of Carcinogen in the Environmental Protection Agency’s Toxic Release Inventory (TRI) kejadian kanker terjadi melalui inhalasi (saluran pernapasan). Pajanan bahan kimia ini dapat mengiritasi mata, hidung, tenggorok dan dapat menyebabkan alergi kulit serta paru-paru. Dalam jumlah yang besar dapat mengakibatkan spasma dan meningkatkan cairan pada paru-paru yang mengakibatkan kematian. Program Survey MakananPengujian formalin dalam makanan masuk kedalam program survey makanan pada subseksi Pengamanan Makanan, Seksi Kesehatan Lingkungan, Departemen PHMC PTFI. Dimana bahan makanan yang mengandung formalin tidak diperkenankan dipergunakan di seluruh jobsite, sehingga bahan makanan yang dikonsumsi bebas dari bahan kimia ini. Untuk bahan makanan yang secara alami mengandung formalin tidak ada peraturan internasional yang mengatur kadar bahan kimia ini, pemantauan hanya dilakukan apabila formalin dipergunakan sebagai bahan pengawet makanan. Secara empiris dan jumlah kasus akibat penelanan formalin dalam makanan masih belum signifikan memberikan gambaran pengaruh bahan kimia ini terhadap kesehatan manusia.. Saran Kepada PublikFormalin larut dalam air, masyarakat disarankan untuk mencuci jamur termasuk shiitake dengan air sebelum dikonsumsi. Untuk mengenali bahan makanan lain yang dicurigai mempergunakan formalin dapat mempergunakan identifikasi sebagai berikut: Ikan segar: tercium bau spesifik seperti bahan pemutih, untuk warna daging putih bersih, tekstur daging kenyal, insang berwarna merah tua bukan merah segar dan tidak cepat busuk lebih dari 12 jam. Ayam potong: tercium bau spesifik, warna daging putih bersih, tekstur daging kenyal, dan tidak cepat busuk lebih dari 12 jam. Adapun bahan makanan lain seperti mie basah yang dicurigai mempergunakan formalin yaitu tercium bau spesifik, membal, tahan lama dan berwarna mengkilap homogen. Dan untuk tahu yaitu bentuk sangat bagus, membal, tidak mudah hancur, dan awet serta tidak mudah busuk lebih dari 2-3 hari. Dengan informasi ini diharapkan masyarakat dapat secara dini mengetahui bahan makanan yang mempergunakan formalin dan yang tidak, serta bahan makanan yang secara alami mengandung formalin dalam bahan makanan itu sendiri. Penyalahgunaan formalin dalam makanan memang tidak diperbolehkan dan terutama kepada para nelayan serta pengusaha makanan lainnya.
Referensi:
dari berbagai sumber.
*) telah dipublikasikan oleh Bulletin Public Health & Malaria Control Department, PT Freeport Indonesia, Edisi. 032. Maret 2006
Posted by K3LH at 1:16 PM | Permalink | Comments (0) | links to this post
Bahan Pengawet Makanan
BAHAN PENGAWET MAKANAN*
Akhir-akhir ini disalah satu media massa mengiklankan ‘Tahu’ yang diberi formalin (pengawet mayat) sebagai pengawet. Dan bahkan penggunaan bahan tersebut ditambahkan pada ikan mentah yang dijual dipasar dengan maksud agar tidak cepat busuk. Ataupun banyak bahan dan makanan lainnya seperti bakso, mie dan sebagainya. Bahan tersebut merupakan bahan pengawet kimiawi, yang tentu saja dapat membahayakan kesehatan karena bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker).
Bahan Pengawet Kimia
Bahan-bahan pengawet kimia adalah salah satu kelompok dari sejumlah besar bahan-bahan kimia yang baik ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan pangan atau ada dalam bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan prapengolahan, pengolahan ataupun penyimpanan. Untuk penyesuaian dengan penggunaannya dalam pengolahan secara baik, penggunaan bahan-bahan pengawet ini :
1. tidak menimbulkan penipuan.
2. tidak menurunkan nilai gizi dari bahan pangan.
3. tidak memungkinkan pertumbuhan organisme-organisme yang menimbulkan keracunan bahan pangan sedangkan pertumbuhan mikroorganisme lainnya tertekan yang menyebabkan pembusukkan menjadi nyata.
Bahan-bahan pengawet kimia dalam penggunaannya ditujukan untuk menghambat, memperlambat, menutupi atau menahan proses fermentasi, pembusukkan, pengasaman atau dekomposisi lainnya di dalam atau pada setiap bahan pangan dan termasuk tujuan-tujuan dari standar.
Efisiensi Bahan Pengawet Kimia
Efisiensi bahan pengawet kimia tergantung terutama pada konsentrasi bahan tersebut, komposisi bahan pangan dan tipe organisme yang akan dihambat. Konsentrasi bahan pengawet yang diijinkan oleh peraturan bahan pangan sifatnya adalah penghambatan dan bukannya mematikan organisme-organisme pencemar, oleh karena itu sangat penting bahwa populasi mikroorganisme dari bahan pangan yang akan diawetkan harus dipertahankan minimum dengan cara penanganan dan pengolahan secara higienis.
Jumlah bahan pengawet yang diijinkan akan mengawetkan bahan pangan dengan muatan mikroorganisme yang normal untuk suatu jangka waktu tertentu tetapi akan kurang efektif jika dicampurkan kedalam bahan-bahan pangan membusuk atau terkontaminasi secara berlebihan. Selain itu, penggunaan bahan pengawet kimia sebagai pengendalian terhadap mikroorganisme, juga ditujukan untuk pengendalian oksidasi ataupun aktifitas enzimatik.
Bahan Pengawet Kimia Yang Dilarang
Bahan pengawet kimia masuk kedalam bahan tambahan makanan yang penggunaannya telah diatur berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku disetiap negara. Di Indonesia, penggunaan bahan tambahan tersebut diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. 1168/MENKES/PER/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MENKES/PER/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.
Peraturan tersebut menyebutkan bahwa bahan kimia tertentu diijinkan untuk dipergunakan, misalnya Asam Askorbat (Ascorbic Acid) untuk jenis bahan makanan tepung dengan batas maksimum penggunaan 200mg/kg.
Adapun bahan tambahan makanan yang dilarang dalam penggunaannya karena dapat membahayakan kesehatan selain diantaranya bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) yaitu : Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate, DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramphenicol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde) dan Kalium Bromat (Potassium Bromate).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar